Psikoanalisa Freud — Pleasure Principle dan Reality Principle

Christine Gerriette Toelle
3 min readFeb 21, 2018

--

Ilustrasi penulis mengenai tatanan, norma dan kaitannya pada identitas.

Sigmund Freud percaya bawa konflik dalam hidup manusia seringkali mengikutsertakan keberadaan dua dinamika yang identik antara satu dengan lainnya, yakni asas kesenangan dan asas kenyataaan. Dalam tulisannya yang berjudul The Interpretation of Dreams tahun 1900, Freud memaparkan bahwa alam pikir manusia memiliki tendensi untuk mencari kesenangan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan, yang diistilahkannya sebagai unpleasure principle atau kebalikan dari asas kesenangan. Pada perkembangannya di tahun 1911, Ia menyebutkan asas kesenangan ini sebagai lawan dari asas kenyataan atau reality principle.

Asas kesenangan dijelaskan Freud sebagai dorongan kesenangan yang diakibatkan oleh eksistensi id dalam diri manusia, untuk mencari kesenangan dan menghindari penderitaan sehingga mampu memenuhi kebutuhan batin dan jasmaniah. Asas kesenangan ini turut berubah bentuknya seiring pertumbuhan diri manusia, mengikuti atau disesuaikan dengan eksistensi dari asas kenyataan mereka. Asas kesenangan tetap dapat menjadi asas utama yang mendorong semangat hidup seorang manusia, namun kemudian ditahan demi memberi dampak atau dorongan positif bagi kenyataan hidup manusia tersebut. Pada usia muda, asas kesenangan dapat berwujudkan kebutuhan jasmaniah semacam haus mau pun lapar, namun pada tahapan umur tertentu asas kesenangan kemudian berubah menjadi kebutuhan jasmani berupa hubungan seksual.

Asas kenyataan di sisi lain dijelaskan sebagai kemampuan pikiran manusia untuk menerima realitas dari luar diri manusia, dan menentukan reaksi yang tepat terhadap kenyataan tersebut. Reaksi yang muncul dari asas kenyataan ini merupakan sebuah struktur yang dibentuk dan ditentukan oleh ego sesorang, setelah ego tersebut perlahan-lahan berkembang dari mengikuti asas kesenangan menjadi asas kenyataan. Perbandingan ini dapat dikatakan sebagai kecenderungan manusia untuk menaklukan nafsu dan menggantinya dengan rasio atau penjelasan yang logis. Freudian atau turunan ilmu yang menggunakan teori-teori Freud sendiri meyakini bahwa kemampuan untuk menguatkan asas kenyataan melalui ego adalah sebuah bentuk usaha dalam mejinakan id dari seorang individu, proses menjinakan id yang direlasikan dengan asas kesenangan ini merupakan proses pendewasaan yang seringkali ditemukan sebagai istilah yang lebih umum digunakan.

Proses menjinakan ini turut menjadi bagian dalam kajian psiko-analisa milik Freud, dimana bentuk pengajaran mengenai asas kenyataan terutama sangat penting untuk diajarkan pada anak-anak kecil. Beberapa contoh kajian freudian dapat ditemukan dalam kisah-kisah dongeng dengan rujukan moral yang disampaikan ke anak kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran mengenai pendewasaan dan asas kenyataan tadi. Kemampuan untuk mengendalikan dorongan-dorongan yang berasal dari asas kesenangan merupakan suatu hal yang akan dipelajari anak-anak, mengikuti tuntutan sosial yang akan mulai bermunculan semakin dirinya tumbuh dewasa. Studi yang dilakukan perihal kondisi ini menemukan bahwa anak-anak yang mampu menolak dorongan besar asas kesenangan cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik dalam kepekaan sosial dan tanggung jawab.

Kebanyakan orang dewasa dinilai sudah cukup mampu menjinakan dorongan-dorongan asas kesenangan dari id dan mengemukakan tindakan yang diambil oleh ego dari asas kenyataan. Proses ini terjadi secara alamiah dan perlahan seiring waktu, dan pada umumnya mengakibatkan konflik-konflik batiniah yang sulit dihindari. Namun, bilamana hal ini tidak berjalan dan berkembang dengan baik, seringkali dalam diri manusia dewasa muncul dinamika lain dari super-ego yang menjadi konflik besar internal antara asas kesenangan dan asas kenyataan. Super-ego muncul sebagai rasa bersalah atau indikator bila mana diri manusia tersebut sudah berperan mengikuti asas kesenangan walau pun sudah dewasa. Hal ini dapat dilihat pada subjek manusia yang bertindak mengikuti kehendak kesenangan dalam id namun selalu berada dalam bayang-bayang rasa bersalah dari super-ego. Kesamaan dari dua asas ini adalah dorongan yang menghasilkan dinamika dalam diri manusia, namun dalam satu sisi asas realita memiliki kemampuan untuk melihat rencana dalam pilihan-pilihan hidup manusia. Sedangkan asas kesenangan bertindak sekenanya pada pemenuhan nafsu atau hasrat segera pada saat hasrat tersebut terjadi. Dalam kasus tertentu dimana kedua asas tidak berhasil menjalankan perannya masing-masing dan terus mengalami kontradiksi hingga manusia tersebut dewasa, dapat menimbulkan kecenderungan untuk memiliki ego yang terpisah.

--

--

Christine Gerriette Toelle

A learner. To know and be sebsible towards existing issues. Resolutions and rephrases to follow.